Brilyantnews.com, Bali - Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim dengan menggelar dan memimpin konferensi bertajuk “Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector" di The Sakala Resort, Bali, pada 5-7 Agustus 2024.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Summit 2024.
Sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia menyadari pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan. Selama ini, sektor energi yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Konferensi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya melalui inovasi di sektor energi. Beberapa topik utama yang akan dibahas meliputi dekarbonisasi sektor pendingin, jalur menuju emisi nol bersih, peningkatan efisiensi energi, dan dekarbonisasi sektor bangunan.
Pada kesempatan itu, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi (Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi/ EBTKE) Kementerian ESDM, membuka konferensi dengan menyampaikan pidato utama mengenai strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia di sektor energi.
Dalam kesempatan ini, Eniya Listiani Dewi juga meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pendinginan (NCAP) dan Dokumen Panduan Audit Kerja Energi Paket Pendingin Air Sejuk atau Chiller.
“Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% hingga 43% pada tahun 2030. Namun kita juga membutuhkan investasi sebesar $55 miliar guna mencapai mencapai emisi nol bersih pada tahun 2030,” papar Eniya Listiani Dewi.
Eniya Listiani Dewi menambahkan, guna mempermudah investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rencananya akan mengeluarkan Peraturan No 11/2024 untuk mempercepat pengembangan infrastruktur listrik, dengan prioritas pada produk domistik.
Peraturan ini diharapkan bisa mengatasi isu konten lokal, khususnya dalam proyek energi terbarukan, seperti panel surya.
“Kami akan meluncurkan aturan ini besok, dan konferensi ini adalah langkah nyata dalam mencari upaya guna mencapai target tersebut," jelas Eniya.
Pencapaian Proyek Energi Bersih dan Dukungan Internasional
Eniya juga memberikan catatan penting bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi melalui berbagai program energi bersihnya terutama sejak diimplementasikannya Peraturan Pemerintah No.33/2023 tentang Konservasi Energi.
Sehingga semua sektor energi, baik itu industri, penyedia jasa energi, transportasi, sektor gedung, bahkan pemerintah daerah hingga pusat, diserukan untuk melakukan manajemen energi, terutama jika pengguna energi mempunyai konsumsi energi melebihi ambang batas tertentu.
Salah satu capaian lainnya yang menurutnya sangat signifikan adalah tentang Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) & Label Tanda Hemat Energi (LTHE), Indonesia telah berhasil melakukan penghematan energi sebesar 2,07 TWh, penghematan biaya listrik sebesar IDR 3 triliun, dan pengurangan emisi sebesar 2,18 juta ton CO2 (EBTKE, 2003).
Dalam bahan presentasi yang ditayangkan Eniya dalam pembukaan menjelaskan, SKEM pada alat-alat elektronik yang digunakan sehari-hari, seperti AC, penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi, dan RTC, diharapkan pada tahun 2025 bisa mengurangi puncak beban listrik sebesar 599 MW dan menghemat energi sebesar 3,0 TWh.
Sedangkan di tahun 2030 bisa mengurangi beban listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebesar 3,8 TWh.
“Karena itu saya mendorong dan merekomendasikan bapak-bapak dan ibu-ibu untuk membeli produk-produk elektronik yang telah ada tanda SKEM dan LTHE bintang lima. Contoh AC, kipas angin, penanak nasi, lampu LED, TV, RTC,” jelas Eniya.
Dalam hal energi terbarukan, Eniya menjelaskan, penggunaannya di Indonesia masih 13,2%, dan hal itu masih dibawah target 23% yang ingin dicapai hingga tahun 2025. Kendati demikian dia optimis karena potensi energi terbarukan d potensi energi terbarukan di Indonesia juga sangat signifikan, terutama matahari, hidro, bioenergi, geothermal, dan energi laut.
Terkait hal ini Eniya menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak bekerja sendirian untuk mencapainya. Ia berharap banyak pihak bisa berkolaborasi dan berkontribusi.
“Kami berharap konferensi ini dapat menjadi titik awal bagi kolaborasi yang lebih luas dalam mengatasi tantangan perubahan iklim,” kata Eniya Listiani Dewi.
Dalam kegiatan konferensi ini juga digelar berbagai beberapa sesi talkshow dengan menampilkan para pembicara kunci dari berbagai lembaga yang telah melakukan berbagai upaya dalam memitigasi perubahan iklim, antara lain Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP), Energy Agency (IEA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Selain itu, beberapa mitra pembangunan ESDM dan serta para pelaku industri dan asosasi jurnalis seperti Society of Indonesian Environmental Journalists atau Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) yang akan berbagi pengalaman dan pandangan mereka tentang masa depan sektor energi di Indonesia dalam rangka mencapai target e-NDC.
Konferensi ini juga menjadi platform bagi para jurnalis untuk memahami lebih dalam tentang upaya-upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dan bagaimana mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
Sebagai informasi tambahan khusus SIEJ sejauh ini cukup aktif dalam menyuarakan dan mengkampanyekan Efisiensi Energi terkait SKEM dan LTHE bersama CLASP, sebuah NGO yang berfokus pada pengurangan emisi karbon untuk peralatan elektronik sehari-hari, yang kini juga mendukung kerja-kerja EBTKE di sektor ini.
Sekilas tentang Asia-Pacific Broadcast Union Media Summit ke - 8
Penyelenggaraan Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU) Media Summit ke-8 diselenggarakan pada tanggal 6 dan 7 Agustus 2024 di Bali, Indonesia.
Sebagai inisiatif utama Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU), KTT ini berfungsi sebagai platform penting untuk mendorong kolaborasi dan dialog di antara para pemangku kepentingan utama dalam adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
KTT tahun ini akan berpusat pada tema “Media Menyelamatkan Nyawa” yang menekankan peran penting media dalam mengurangi dampak bencana terkait iklim. Dengan perubahan iklim yang memperburuk frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kemampuan peringatan dini dan meningkatkan kesiapsiagaan bencana di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Tentu saja, kapasitas media untuk mempercepat aksi iklim dan kesiapan menghadapi bencana masih kurang dimanfaatkan. Ada banyak peluang bagi media untuk memperluas jangkauannya dan mendidik khalayak yang lebih luas tentang dampak perubahan iklim pada kehidupan sehari-hari mereka, serta upaya pemerintah dan berbagai organisasi antarpemerintah seperti UNISDR, UNDP, dan UNESCO untuk mengurangi ancaman terhadap kehidupan, kesehatan, makanan, air, dan keamanan nasional.
Media kini diakui sebagai mitra, bukan sekadar 'mikrofon' untuk menyebarkan pesan pemangku kepentingan lain. Kemitraan antara Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) dan Serikat Penyiaran Dunia (WBU) telah menghidupkan inisiatif inovatif UNDRR/WBU Media Saving Lives . Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 90 penyiar di kawasan Asia-Pasifik, Afrika, Negara-negara Arab, dan Karibia telah terlibat dalam inisiatif ini untuk memperkuat kapasitas mereka dalam mendidik pemirsa.